KESENIAN “CACI“ - MANGGARAI, NUSA TENGGARA TIMUR

Caci merupakan salah satu budaya yang dimiliki oleh Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Kata ’Caci’ terdiri dari dua suku kata yaitu ’ca’ dan ’ci’. Bagi masyarakat Manggarai, kata Caci berasal dari kata ca yang berarti satu dan ci yang berarti paksa atau memaksa. Secara harfiah arti Caci satu, satu di sana satu di sini, memukul dan menangkis secara berbalasan satu lawan satu. Caci merupakan pertarungan dua orang pria, satu lawan satu secara bergantian. Dalam Caci ada pihak yang memukul (paki) lawannya dengan menggunakan pecut, cambuk (larik) atau tali. Sedangkan lawan yang dipukul menangkis (ta’ang) dengan menggunakan perisai (nggiting) dan busur (toreng, agang). Dalam memainkan Caci, pemain dibagi dalam dua kelompok (kubu). Istilah kubu di sini bukan dimaksud sebagai lawan, musuh atau menampilkan kehebatan saling pukul atau saling cambuk, melainkan mempertahankan semangat kekeluargaan. Selain itu Caci tidak mementingkan siapa yang kalah dan yang menang. Di antara mereka tidak ada rasa dendam setelah bermain Caci, bahkan meningkatkan rasa persatuan, persaudaraan dan persahabatan. Hal yang terpenting dilihat adalah Caci itu secara keseluruhan. Dalam Caci penampilan kekuatan bukanlah aspek terpenting, tetapi bagaimana seni bertanding secara sehat dan sportif. Caci merupakan suatu momen budaya tertentu yang sifatnya suka cita dan dilakukan dalam upacara adat dan acara khusus. Hal ini dapat dilihat dalam upacara perkawinan (tae kawing), syukuran (penti) baik syukuran membuka ladang baru maupun syukuran hasil panen, syukuran warga kampung, syukuran tahunan, syukuran pentahbisan imam, penyambutan tamu kehormatan, peringatan HUT Kemerdekaan RI, hari Pendidikan Nasional, Sumpah Pemuda atau hari bersejarah lainnya. Sebagai sebuah karya budaya, Caci telah ditetapkan menjadi Warisan Budaya Takbenda Indonesia dengan no. registrasi 201300060 dalam domain Tradisi dan Ekspresi Lisan.
Back to Top